Sunday, February 23, 2014

PERINGATAN BAGI PEROKOK



       
GUBERNUR BALI

 PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI

NOMOR 10 TAHUN 2011

TENTANG

KAWASAN TANPA ROKOK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


GUBERNUR BALI,


Menimbang
:
a.    bahwa rokok merupakan hasil olahan tembakau dan sintetis yang mengandung nikotin dan tar yang membahayakan kesehatan manusia;
b.    bahwa Pasal 115 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36    Tahun 2009 tentang Kesehatan mewajibkan Pemerintah Daerah menetapkan Kawasan Tanpa Rokok;
c.    bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok;
Mengingat
:
1.    Undang-Undang Nomor 64 tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia             Tahun 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1649);
2.    Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004      Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali, diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008  Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
3.    Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan  (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
4.    Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

5.    Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 1 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Daerah Provinsi Bali (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2008 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 1);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH  PROVINSI BALI

dan

GUBERNUR BALI


MEMUTUSKAN:


Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK.
                                                               

BAB I


KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1.     Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Bali.
2.     Gubernur adalah Gubernur Bali.
3.    Kawasan Tanpa Rokok yang selanjutnya disingkat KTR adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau.
4.     Rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar, dihisap, dan/atau dihirup termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan.
5.    Perokok pasif adalah orang yang bukan perokok namun terpaksa menghisap atau menghirup asap rokok yang dikeluarkan oleh perokok.
6.    Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
7.     Tempat Proses Belajar Mengajar adalah gedung yang digunakan untuk kegiatan belajar, mengajar, pendidikan dan/atau pelatihan.
8.     Tempat anak bermain adalah area tertutup maupun terbuka yang digunakan untuk kegiatan bermain anak-anak.
9.     Tempat Ibadah adalah bangunan atau ruang tertutup yang memiliki ciri-ciri tertentu yang khusus dipergunakan untuk beribadah bagi para pemeluk masing-masing agama secara permanen, tidak termasuk tempat ibadah keluarga.
10.  Angkutan Umum adalah alat angkutan bagi masyarakat yang dapat berupa kendaraan darat, air, dan udara biasanya dengan kompensasi.
11.  Tempat Kerja adalah tiap ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha.
12.  Tempat Umum adalah semua tempat tertutup yang dapat diakses oleh masyarakat umum dan/atau tempat yang dapat dimanfaatkan bersama-sama untuk kegiatan masyarakat yang dikelola oleh pemerintah, swasta, dan/atau masyarakat.
13.  Pengelola, pimpinan dan/atau penanggungjawab gedung adalah orang dan/atau badan yang karena jabatannya memimpin dan/atau bertanggung jawab atas kegiatan dan/atau usaha di tempat atau kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok, baik milik pemerintah maupun swasta.
14.  Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan yang lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, persekutuan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga dana pensiun, bentuk usaha tetap, serta bentuk badan lainnya.

BAB II

KAWASAN TANPA ROKOK

Pasal 2

KTR meliputi:
a.  fasilitas pelayanan kesehatan;
b.  tempat proses belajar mengajar;
c.   tempat anak bermain;
d.  tempat ibadah;
e.  angkutan umum;
f.    tempat kerja;
g.  tempat umum; dan
h.  tempat lain yang ditetapkan.

Pasal 3

Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a meliputi:
a.  rumah sakit;
b.  rumah bersalin;
c.   poliklinik;
d.  puskesmas;
e.  balai pengobatan;
f.    laboratorium;
g.  posyandu; dan
h.  tempat praktek kesehatan swasta.

Pasal 4

Tempat proses belajar mengajar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b meliputi:
a.  sekolah;
b.  perguruan tinggi;
c.   balai pendidikan dan pelatihan;
d.  balai latihan kerja;
e.  bimbingan belajar; dan
f.    tempat kursus.



Pasal 5

Tempat anak bermain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c meliputi:
a.  kelompok bermain;
b.  penitipan anak;
c.   Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD); dan
d.  Taman Kanak-Kanak.

Pasal 6

Tempat ibadah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d meliputi:
a.  pura;
b.  masjid/mushola;
c.   gereja;
d.  vihara; dan
e.  klenteng.

Pasal 7

Angkutan umum, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf e meliputi:
a.  bus umum;
b.  taxi;
c.   angkutan kota termasuk kendaraan wisata, bus angkutan anak sekolah dan bus angkutan karyawan;
d.  angkutan antar kota;
e.  angkutan pedesaan; dan
f.   angkutan air.

Pasal 8

Tempat kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf f  meliputi:
a.  perkantoran pemerintah baik sipil maupun TNI dan POLRI;
b.  perkantoran swasta;
c.   industri; dan
d.  bengkel.

Pasal 9

Tempat umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf g  meliputi:
a.  pasar modern;
b.  pasar tradisional;
c.   tempat wisata;
d.  tempat hiburan;
e.  hotel;
f.    restoran;
g.  tempat rekreasi;
h.  halte;
i.    terminal angkutan umum;
j.    terminal angkutan barang;
k.   pelabuhan; dan
l.    bandara.

Pasal 10

Ketentuan lebih lanjut mengenai tempat lain sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 huruf h diatur dengan Peraturan Gubernur.

Pasal 11

(1)   Pengelola, pimpinan dan/atau penanggung jawab tempat kerja dan tempat umum dapat menyediakan tempat khusus merokok.

(2)   Tempat khusus merokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
a.  merupakan ruang terbuka atau ruang yang berhubungan langsung dengan udara luar sehingga udara dapat bersirkulasi dengan baik;
b.  terpisah dari gedung/tempat/ruang utama dan ruang lain yang digunakan untuk beraktifitas;
c.   jauh dari pintu masuk dan keluar; dan
d.  jauh dari tempat orang berlalu-lalang.

BAB III

KEWAJIBAN DAN LARANGAN

Pasal  12

Setiap pengelola, pimpinan dan/atau penanggung jawab KTR wajib untuk:
a.    melakukan pengawasan internal pada tempat dan/atau lokasi yang menjadi tanggung jawabnya;
b.    melarang semua orang untuk tidak merokok di KTR yang menjadi tanggung jawabnya;
c.    menyingkirkan asbak atau sejenisnya pada tempat dan/atau lokasi yang menjadi tanggung jawabnya; dan
d.    memasang tanda-tanda dan pengumuman dilarang merokok sesuai persyaratan di semua pintu masuk utama dan di tempat-tempat yang dipandang perlu dan mudah terbaca dan/atau didengar baik.

Pasal 13

(1) Setiap orang dilarang merokok di KTR.

(2)   Setiap orang/badan dilarang mempromosikan, mengiklankan, menjual, dan/atau membeli rokok di KTR.

(3)   Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan untuk tempat umum yang ditetapkan dengan Peraturan Gubernur dan/atau Peraturan Bupati/Walikota.

BAB IV

PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 14

(1)   Masyarakat dapat berperan serta dalam mewujudkan KTR.
(2)   Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan cara:
a.  memberikan sumbangan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan penentuan kebijakan yang terkait dengan KTR;
b.  melakukan pengadaan dan pemberian bantuan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk mewujudkan KTR;
c.   ikut serta dalam memberikan bimbingan dan penyuluhan serta penyebarluasan informasi kepada masyarakat;
d.    mengingatkan setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 13; dan
e.  melaporkan setiap orang yang terbukti melanggar Pasal 13 kepada pimpinan /penanggungjawab KTR.

BAB V

PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN KOORDINASI

Pasal 15

(1)   Gubernur berwenang melakukan pembinaan dan pengawasan sebagai  upaya untuk mewujudkan KTR di daerah.
(2)   Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.   sosialisasi dan koordinasi;
b.   pemberian pedoman;
c.   konsultasi; dan
d.   monitoring dan evaluasi.

(3)     Gubernur dapat melimpahkan kewenangan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pejabat di Lingkungan Pemerintah Daerah sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.

(4)     Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.  

Pasal 16

(1)   Gubernur melakukan koordinasi dengan Bupati/Walikota terhadap pelaksanaan KTR.

(2)   Gubernur melakukan koordinasi dengan seluruh lembaga pemerintah dan  non-pemerintah.

BAB VI
                                                                                               
KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 17

(1)   Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Provinsi berwenang untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ini.

(2)   Wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.    melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang pelanggaran ketentuan KTR;
b.    melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan pelanggaran ketentuan KTR;
c.    meminta keterangan  dan barang bukti dari orang sehubungan dengan pelanggaran ketentuan KTR;
d.    melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau  dokumen lain tentang pelanggaran ketentuan KTR;
e.    melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti  dalam pelanggaran ketentuan KTR;
f.     meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan  pelanggaran ketentuan KTR; dan
g.    menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti yang membuktikan tentang adanya pelanggaran ketentuan KTR.

(3)   Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyerahkan hasil penyidikan tersebut kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

BAB VII
                                                                                               
KETENTUAN PIDANA

Pasal 18

(1)   Setiap orang dan/atau badan yang melanggar ketentuan Pasal 12  dan Pasal 13 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp.50.000,00 (lima puluh ribu rupiah).

(2)   Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelanggaran.

BAB VIII
                                                                                               
PENUTUP

Pasal 19

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Bali.


Ditetapkan di Denpasar
pada tanggal 29 Nopember 2011

GUBERNUR BALI,




MADE MANGKU PASTIKA


Diundangkan di Denpasar
pada tanggal 29 Nopember 2011

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI BALI,




                I MADE JENDRA



LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI TAHUN 2011 NOMOR 10        


PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI
NOMOR 10 TAHUN 2011
TENTANG
KAWASAN TANPA ROKOK

I.       UMUM
Rokok mengandung zat adiktif yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Zat adiktif adalah  zat yang jika dikonsumsi manusia akan menimbulkan adiksi atau ketagihan, dan dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, stroke, penyakit paru obstruktif kronik, kanker paru, kanker mulut, impotensi,  kelainan kehamilan dan janin.

Data epidemi tembakau di dunia menunjukkan tembakau membunuh lebih dari 5(lima) juta orang setiap tahunnya. Jika hal ini berlanjut terus maka diproyeksikan akan terjadi 10(sepuluh)  juta kematian pada tahun 2020, dengan 70% kematian terjadi di negara sedang berkembang. Indonesia merupakan negara terbesar ke-7 di dunia yang memproduksi tembakau. Dari segi jumlah perokok, Indonesia merupakan negara terbesar ke-3 di dunia setelah China dan India. Prevalensi merokok di kalangan orang dewasa (15 tahun ke atas) pada tahun 2007 sebesar 33,08%.  Global Youth Tobacco Survey (GYTS) Indonesia tahun 2006 melaporkan lebih dari 37,3% pelajar 13-15 tahun mempunyai kebiasaan merokok.

Asap rokok tidak hanya membahayakan perokok, tetapi juga orang lain disekitar perokok (Perokok pasif). Asap rokok terdiri dari asap rokok utama (main stream) yang mengandung 25% kadar bahan berbahaya dan asap rokok sampingan (side stream) yang mengandung 75% kadar berbahaya. Asap rokok mengandung lebih dari 4000 jenis senyawa kimia.  Sekitar 400 jenis diantaranya merupakan zat beracun (berbahaya) dan 69 jenis tergolong zat penyebab kanker (karsinogenik). 

Asap rokok pasif merupakan zat sangat kompleks berisi campuran gas, partikel halus yang dikeluarkan dari pembakaran rokok. Asap rokok orang lain sangat berbahaya bagi orang yang tidak merokok yang menghirup asap rokok yang dihisap orang lain. Penghirup asap rokok pasif mengandung risiko sama tingginya dengan orang yang merokok. Zat karsinogen Benzo (A) Pyrene merupakan salah satu kandungan asap rokok, merupakan salah satu zat pencetus kanker. Zat ini banyak ditemukan pada orang bukan perokok aktif, tetapi kehidupan mereka bersentuhan dengan perokok aktif.

Tidak ada batas aman untuk pemaparan asap rokok orang lain. Bahaya asap rokok orang lain dihadapi antara lain : bayi dalam kandungan ibu yang merokok dan orang-orang yang berada dalam ruangan yang terdapat asap rokok yang telah ditinggalkan perokok. Dampak langsung setelah terpapar asap rokok orang lain adalah batuk, bersin, sesak napas, pusing.  Efek jangka panjang akan menimbulkan masalah kesehatan yang serius. Dampak kesehatan asap rokok orang lain terhadap orang dewasa antara lain menyebabkan penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker paru dan payudara, dan berbagai penyakit saluran pernafasan. 




Perempuan yang tinggal bersama orang yang merokok mempunyai risiko tinggi terkena kanker payudara. Asap rokok orang lain akan memicu serangan asthma serta menyebabkan asthma pada orang sehat.  Ibu hamil yang merokok selama kehamilan akan mempengaruhi pertumbuhan bayi yang menyebabkan BBLR, kelahiran premature dan kematian.

Bayi dan anak-anak para perokok yang terpapar asap rokok orang lain akan menderita sudden infant death syndrome, infeksi saluran pernafasan bawah (ISPA), asthma, bronchitis, dan infeksi telinga bagian tengah yang dapat berlanjut hilangnya pendengaran. Mereka juga akan menderita terhambatnya pertumbuhan fungsi paru, yang akan menyebabkan berbagai penyakit paru ketika dewasa.  Anak para perokok mempunyai risiko lebih besar untuk mengalami kesulitan belajar, masalah perilaku seperti hiperaktif dan penurunan konsentrasi belajar dibanding dengan yang orang tuanya tidak merokok.

Selain dampak kesehatan asap rokok orang lain juga akan berdampak terhadap ekonomi individu, keluarga dan masyarakat akibat hilangnya pendapatan karena sakit dan tidak dapat bekerja, pengeluaran biaya obat dan biaya perawatan.

Kesehatan merupakan hak asasi manusia setiap orang. Hak azasi masyarakat bukan perokok atas lingkungan hidup yang sehat, termasuk bersih dari cemaran dan risiko kesehatan dari asap rokok juga harus dilindungi. Demikian juga dengan perokok aktif, perlu disadarkan dari kebiasaan merokok yang dapat merusak kesehatan diri dan orang lain disekitarnya.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengamanatkan Pemerintah Daerah untuk mengatur penetapan Kawasan Tanpa Rokok. Pengaturan ini bertujuan untuk mencegah dan mengatasi dampak buruk dari asap rokok. Pasal 115 ayat (2) menentukan bahwa pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya. Kawasan tanpa rokok, mencakup: fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan. Konsep dari peraturan ini adalah melarang kegiatan merokok, iklan rokok dan penjualan rokok di kawasan tanpa rokok yang telah diuraikan sebelumnya kecuali di tempat umum, masih diperbolehkan transaksi jual beli rokok.

Kawasan Tanpa Rokok merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa, baik individu, masyarakat, lembaga-lembaga pemerintah dan non-pemerintah, untuk melindungi hak-hak generasi sekarang maupun yang akan datang atas kesehatan diri dan lingkungan hidup yang sehat. Komitmen bersama dari lintas sektor dan berbagai elemen akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan kawasan tanpa rokok. 

II.      PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
            Cukup jelas.
            Pasal 2
            Cukup jelas.
Pasal 3
            Cukup jelas.
Pasal 4
            Cukup jelas.

Pasal 5
            Cukup jelas.
Pasal 6
Huruf a
                        Cukup jelas
Huruf b
                        Termasuk Surau dan Langgar
Huruf c
                        Cukup jelas
Huruf d
                        Cukup jelas
Huruf e
                        Cukup jelas
Pasal 7
            Cukup jelas.
Pasal 8
Huruf a
   Cukup jelas.
Huruf b
    Cukup jelas.
Huruf c
    Industri adalah areal kerja industri.
Huruf d
    Bengkel adalah areal kerja bengkel.
Pasal 9
            Cukup jelas.
Pasal 10
                        Cukup jelas.

Pasal 11
            Cukup jelas.
Pasal 12
            Cukup jelas.
Pasal 13
            Cukup jelas.
Pasal 14
            Cukup jelas.


Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pejabat yang berwenang antara lain Dinas Kesehatan dan Kantor Polisi Pamong Praja.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 16
            Cukup jelas.
Pasal 17
            Cukup jelas.
Pasal 18
            Cukup jelas.
Pasal 19
             Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10

No comments:

Post a Comment